Minggu, 22 April 2012

Jadwal Haul Habaib Se-Jawa

NO
NAMA BULAN TEMPAT
1. Habib Hadi Bin Abdullah Al-Haddar Minggu, 1 Muharram Lateng Banyuwangi
2. Fakhrul Wujud Syekh Abubakar Bin Syalim Muharram Cidodol Jakarta Selatan
3. Habib Abubakar Bin Husein Assegaf 27 Muharram Bangil Pasuruan
4. Habib Husein Bin Hadi Al-Hamid 12 Shafar Brani Probolinggo
5. Habib Abdullah Bin Ali Al-Haddad 27 Shafar Bangil Pasuruan
6. Habib Hasan Bin Muhammad Al-Hadad Shafar Minggu Terakhir Kota, Jakarta Utara
7. Do’a Tolak Bala dan Maulid di Pon-Pes Darul Hadist Alfagihiyah Shafar Rabu Terakhir Alun-alun Malang
8. Habib Abdul Qadir Bib Alwi Assegaf Rabiul Awal, Minggu Pertama Tuban
9. Maulid di Makam Habib Ahmad Al-Haddad Rabiul Awal Minggu Pertama Sore Habib Kuncung Kalibata
10. Habib Ali Bin Husein Al-Atthas Rabiul Awal, Selasa Terakhir Buluh Condet Jakarta
11. Habib Abdullah Bin Muchsin Al-Atthas. (Selasa malem Maulid, Rabu pagi Haul ) Rabiul Awal Rabu Terakhir Empang bogor
12. Maulid di Habib Abubakar Assegaf Rabiul Awal Jum’at Pertama Gresik
13. Maulid di Habib Muhammad Al-Aydrus Rabiul Awal Jum’at Pertama Ketapang Kecil Surabaya
14. Habib Ali Bin Abdulrahman Al-Habsyi (Rabu sore Ziarah, Kamis sore maulid) Rabiul Awal Rabu Terakhir Kwitang Jakarta Pusat
15. Maulid di Darul Aitam Rabiul Awal Jumat Pagi Tanah Abang Jakarta
16. Habib Muchsin Bid Muhammad Al-Atthas (Haul & Maulid) Rabiul Awal Sabtu Pagi Alhawi Condet Jakarta
17. Maulid di Habib Ahmad Al-Atthas 15 Malam Rabiul Awal Pekalongan
18. Habib Salim Bin Ahmad Bin Zindan Rabiul Awal Senin Sore Otista Jakarta Timur
19. Maulid di Habib Abdulrahman Assegaf Rabiul Awal Minggu Pagi Al Busro Citayam
20. Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi (Simthuduror) 20 Rabiul Tsani Gurawan Solo
21. Habib Muhammad Bin Idrul Al-Habsyi 22 Rabiul Tsani Ampel Surabaya
22. Habib Muhammad Bib Ahmad Al-Muhdhor 22 Rabiul Tsani Ampel Surabaya
23. Habib Abubakar Bin Syofi Al-Habsyi 22 Rabiul Tsani Ampel Surabaya
24. Habib Idrus Bin Abubakar Al-Habsyi 22 Rabiul Tsani Ampel Surabaya
25. Habib Umar Bin Abdulrahman Al-Atthas 23 Rabiul Tsani Petamburan Jakarta
26. Habib Alwi Bin Salim Al-Aydrus 23 Rabiul Tsani Tanjung Malang
27. Habib Umar Bin Hud Al-Atthas 29 Rabiul Tsani Cipayung Jawa Barat
28. Habib Muhammad Bin Husein Al-Aydrus Jumadil Awal Kamis Terakhir Ketapang Kecil Surabaya
29. Habib Ahmad Bin Abdullah Al-Aydrus Jumadil Akhir Minggu Pertama Benhil Jakarta Pusat
30. Habib Husein Bin Muhammad Al-Haddad Jumadil Akhir Sabtu Ketiga Ampel Surabaya
31. Habib Ja’far Bin Syekhon Assegaf Jumadil Akhir Minggu Ketiga Masjid Jami’ Pasuruan
32. Habib Abdul Qodir Bin Ahmad Bilfaqih Jumadil Akhir Minggu Terakhir Alun-alun Malang
33. Habib Abdullah Bin Abdul Qodir Bilfaqih Jumadil Akhir Minggu Terakhir Alun-alun Malang
34. Habib Muhammad Bin Thohir Ba’bud Rajab Minggu Pertama Ds.Paleng Ploso Kediri
35. Khataman Bukhari di Habib Ahmad Al-Atthas 12 Rajab Pekalongan
36. Khataman  Bukhari di Masjid Al-Hawi 26-27 Rajab Condet Cililitan Jakarta
37. Khataman Bukhari di Habib Abubakar Assegaf Rajab Jum’at Terakhir Grasik Surabaya
38. Habib Syeh Bin Salim Al-Atthas 27 Rajab Tipar Sukabumi
39. Habib Muhdor Bin Muhammad Al-Muhdor 29 Rajab Bondowoso
40. Habib Balawi, Al-Syathiri, Al-Qudsi 10 Sya’ban Kp.Bandan Jakarta Utara
41. Habib Ahmad Bin Tholib Al-Atthas 14 Sya’ban Pekalongan
42. Habib Muhammad Bin Thohir Al-Haddad 15 Sya’ban Tegal
43. Habib Muhammad Bin Abdulrahman Assegaf 16 Pagi Sya’ban Indramayu Jawa Barat
44. Habib Ali Bin Abdulrahman Al-Habsyi (Ziarah dimakam Habib Ali, Besoknya Haul) Sya’ban Sabtu Ketiga Kwitang Jakarta Pusat
45. Habib Salim Bin Thoha Al-Haddad Sya’ban Jum’at Terakhir Damai Kalibata
46. Habib Ahmad Bin Alwi Al-Haddad Sya’ban Minggu terakhir Rawajati Kalibata
47. Habib Syech Bin Ahmad Bafaqih Syawal Kamis Kedua Boto Putih Surabaya
48. Habib Umar Bin Ja’far Assegaf 5 Syawal Cibeduk Tapos Jawa Barat
49. Habib Sholeh Bin Muchin Al-Hamid Syawal Minggu Kedua Tanggul Jember
50. Habib Ahmad Bin Ali Bafaqih Syawal Sabtu Terakhir Ds. Tempel Yogyakarta
51. Habib Husein Bib Abubakar Al-Aydrus Syawal Minggu Terakhir Luarbatang Jakarta Utara
52. Majlis Burdah Habib Muhammad Al-Aydrus Syawal Kamis Kedua Ketapang Kecil Surabaya
53. Habib Alwi Bin Muhammad Assegaf 10 Dzulhijah Gresik Kota Surabaya
54. Habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf 17 Dzulhijah Masjid Jami’ Gresik
 55. Habib Harun Bin Abdullah Baharun 17 Dzulhijah Sumur Songo Gresik

Senin, 16 April 2012

TAWASSUL

Banyak pemahaman saudara-saudara kita muslimin yang perlu diluruskan tentang tawassul, tawassul adalah berdoa kepada Allah dengan perantara amal shalih, orang shalih, malaikat, atau orang-orang mukmin.
Tawassul kepada Rasulullah disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an, misalnya, firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 64, “Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”  Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang yang dhalim, disamping do’a mereka tetapi ada juga wasilah (do’anya) Rasulullah SAW.
Soal tawassul seperti itu, disebutkan pula dalam tafsir Ibnu Katsir, “Berkata Al-Imam Al-Hafidz As-Syekh Imaduddin Ibnu Katsir, menyebutkan segolongan ulama’ di antaranya As-Syekh Abu Manshur As-Shibagh dalam kitabnya As-Syaamil dari Al-Ataby; berkata: saya duduk di kuburan Nabi SAW. maka datanglah seorang Badui dan ia berkata: Assalamu’alaika ya Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman;
Walaupun sesungguhnya mereka telah berbuat dhalim terhadap diri mereka kemudian datang kepadamu dan mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang; dan saya telah datang kepadamu (kekuburan Rssulullah) dengan meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan wasilahmu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau bersabda, “Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.”

Tawassul merupakan hal yang sunnah, dan tak pernah ditentang oleh Rasul saw., tak pula oleh Ijma Sahabat radhiyallahuanhum, tak pula oleh Tabiin, dan bahkan para Ulama dan Imam-Imam besar Muhadditsin, mereka berdoa tanpa perantara atau dengan perantara, dan tak ada yang menentangnya, apalagi mengharamkannya, atau bahkan memusyrikkan orang yang mengamalkannya.Pengingkaran hanya muncul pada abad ke 20 ini, dengan munculnya sekte Wahabi Salafi sesat yang memusyrikkan orang-orang yang bertawassul, padahal Tawassul adalah sunnah Rasul saw., sebagaimana hadits shahih dibawah ini :
 "Wahai Allah, Demi orang-orang yang berdoa kepada Mu, demi orang-orang yang bersemangat menuju (keridhoan) Mu, dan Demi langkah-langkahku ini kepada (keridhoan) Mu, maka aku tak keluar dengan niat berbuat jahat, dan tidak pula berniat membuat kerusuhan, tak pula keluarku ini karena Riya atau sumah.. hingga akhir hadits. (HR Imam Ahmad, Imam Ibn Khuzaimah, Imam Abu Naiem, Imam Baihaqy, Imam Thabrani, Imam Ibn Sunni, Imam Ibn Majah dengan sanad Shahih).
Hadits ini kemudian hingga kini digunakan oleh seluruh muslimin untuk doa menuju masjid dan doa safar.

Tujuh Imam Muhaddits meriwayatkan hadits ini, bahwa Rasul saw. berdoa dengan Tawassul kepada orang-orang yang berdoa kepada Allah, lalu kepada orang-orang yang bersemangat kepada keridhoan Allah, dan barulah bertawassul kepada Amal shalih beliau saw. (demi langkah2ku ini kepada keridhoan Mu). Siapakah Muhaddits?, Muhaddits adalah seorang ahli hadits yang sudah hafal minimal 40.000 (empat puluh ribu) hadits beserta hukum sanad dan hukum matannya, betapa jenius dan briliannya mereka ini dan betapa Luasnya pemahaman mereka tentang hadist Rasul saw., sedangkan satu hadits pendek, bisa menjadi dua halaman bila disertai hukum sanad dan hukum matannya.

Lalu hadits diatas diriwayatkan oleh tujuh Muhaddits, apakah kiranya kita masih memilih pendapat madzhab sesat yang baru muncul di abad ke 20 ini, dengan ucapan orang-orang yang dianggap muhaddits padahal tak satupun dari mereka mencapai kategori Muhaddits , dan kategori ulama atau apalagi Imam Madzhab, mereka hanyalah pencaci, apalagi memusyrikkan orang-orang yang beramal dengan landasan hadits shahih. Masih banyak hadits lain yang menjadi dalil tawassul adalah sunnah Rasululloh saw., sebagaimana hadits yang dikeluarkan oleh Abu Nu'aim, Thabrani dan Ibn Hibban dalam shahihnya, bahwa ketika wafatnya Fathimah binti Asad (Bunda dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib kw, dalam hadits itu disebutkan Rasul saw. rebah/bersandar dikuburnya dan berdoa : "Allah Yang Menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Hidup tak akan mati, ampunilah dosa Ibuku Fathimah binti Asad, dan bimbinglah hujjah nya (pertanyaan di kubur), dan luaskanlah atasnya kuburnya, Demi Nabi Mu dan Demi para Nabi sebelum Mu, Sungguh Engkau Maha Pengasih dari semua pemilik sifat kasih sayang.",Maka jelas sudah dengan hadits ini pula bahwa Rasululloh saw. bertawassul di kubur, kepada para Nabi yang telah wafat, untuk mendoakan Bibi beliau saw. (Istri Abu Thalib).

Demikian pula tawassul Sayyidina Umar bin Khattab ra. Beliau berdoa meminta hujan kepada Allah : Wahai Allah.. kami telah bertawassul dengan Nabi kami (saw.) dan Engkau beri kami hujan, maka kini kami bertawassul dengan Paman beliau (saw.) yang melihat beliau (saw.), maka turunkanlah hujan".

maka hujanpun turun. (Shahih Bukhari hadits no.963 dan hadits yang sama pada Shahih Bukhari hadits no.3508).Umar bin Khattab ra melakukannya, para sahabat tak menentangnya, demikian pula para Imam-Imam besar itu tak satupun mengharamkannya, apalagi mengatakan musyrik bagi yang mengamalkannya, hanyalah pendapat sekte sesat ini yang memusyrikkan orang yang bertawassul, padahal Rasululloh saw. sendiri bertawassul.

Apakah mereka memusyrikkan Rasululloh saw.?, dan Sayyidina Umar bin Khattab ra bertawassul, apakah mereka memusyrikkan Umar?, Naudzubillah dari pemahaman sesat ini.

Minggu, 15 April 2012

KHOTIB MEMBAWA TONGKAT

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari al Hakam bin Hazn mengatakan bahwa kami melaksanakan shalat jum’at bersama Rasulullah saw dan beliau saw bersandar dengan sebuah tongkat atau busur.”
Imam Shan’ani mengatakan bahwa hadits ini merupakan dalil disunnahkan bagi seorang khotib bersandar dengan sebuah pedang atau yang sejenisnya disaat memberikan khutbahnya. Hikmah dalam hal ini adalah sebagai pengikat hati dan untuk menghindari kedua tangannya dari perbuatan yang tidak bermanfaat. Dan jika dia tidak mendapatkan sesuatu sebagai sandaranya maka hendaklah dia menjatuhkan kedua tangannya atau meletakkan tangan kanan diatas tangan kirinya atau meletakkannya di sisi mimbar. Dimakruhkan baginya memukulkan pedang keatas mimbar dan jika hal ini tidak ada keterangannya maka ia adalah perbuatan bid’ah. (Subulus Salam juz II hal 125)
Sementara itu Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa apabila Rasulullah saw berdiri menyampaikan khutbahnya maka dia mengambil sebuah tongkat lalu bersandar kepadanya diatas mimbar, demikian disebutkan oleh Abu Daud dari Ibnu Syahab. Dan para khlaifah yang tiga setelahnya juga melakukan perbuatan seperti itu. Terkadang beliau saw bersandar dengan sebuah busur akan tetapi tidak didapat keterangan bahwa beliau saw bersandar dengan sebuah pedang.
Banyak orang-orang yang tidak mengetahui beranggapan bahwa Rasulullah saw menggenggam sebuah pedang diatas mimbar sebagai isyarat bahwa agama ini ditegakkan dengan pedang. Ini adalah sebuah kebodohan yang buruk dilihat dari dua sisi:
1. Terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw bersandar dengan sebuah tongkat atau busur.
2. Bahwa agama ditegakkan dengan wahyu. Adapun pedang adalah untuk menghapuskan para pelaku kesesatan dan kemusyrikan.
Dan kota Nabi saw, tempat Rasulullah saw menyampaikan khutbahnya sesungguhnya dibebaskan dengan Al Qur’an dan tidak dibebaskan dengan pedang. (Zaadul Ma’ad juz I hal 189 – 190)
Syeikh Athiyah Saqar menyebutkan bahwa didalam syarh az Zarqoni Alal Mawahibid Diniyah juz VII hal 384 disebutkan bahwa Nabi saw disaat khutbah kadang bersandar dengan sebuah busur atau kadang dengan tongkat. Didalam sunan Abu Daud disebutkan bahwa apabila beliau saw berkhutbah maka dia memegang tongkat untuk bersandar dengannya sementara beliau saw berada diatas mimbar. Didalam sunan Ibnu Majah, sunan Baihaqi dan mustadrak Hakim disebutkan bahwa apabila beliau saw berkhutbah didalam suatu peperangan maka beliau saw berkhutbah sambil bersandar dengan busur dan apabila dia berkhutbah di hari jum’at maka beliau saw berkhutbah sambil bersandar dengan sebuah tongkat. Dalil-dalil diatas menguatkan pendapat Ibnul Qoyyim yang menolak alasan bahwa islam ditegakkan dengan pedang.
Sesungguhnya berpegangannya seorang khotib dengan sebuah pedang, tongkat atau bersandar dengan sesuatu yang lain adalah untuk membantu khotib tersebut agar lebih tampak kegagahannya. Untuk merealisasikan itu diperlukan sesuatu walaupun hanya sebatas berpegangan dengan huruf yang ada di mimbar atau bisa jadi untuk itu seorang khotib tidak perlu bersandar dengan sesuatu apapun.
Dengan demikian permasalahan ini adalah sangat mudah dan ringan daripada harus berselisih pendapat didalam permasalahan ini terlebih lagi apabila tejadi fanatisme buta. Yang terpenting adalah kita harus menghilangkan pemikiran bahwa islam disebarkan dengan pedang walaupun mengangkat senjata adalah sesuatu yang penting didalam da’wah islam sejak hari-hari pertamanya.

HUWALLAHU A'LAM

TUJUH INDIKATOR KEBAHAGIAAN DUNIA


Ibnu Abbas ra. adalah salah seorang sahabat Nabi SAW yang sangat telaten dalam menjaga dan melayani Rasulullah SAW, dimana ia pernah secara khusus didoakan Rasulullah SAW, selain itu pada usia 9 tahun Ibnu Abbas telah hafal Al-Quran dan telah menjadi imam di mesjid.
Suatu hari ia ditanya oleh para Tabi’in (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW) mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia. Jawab Ibnu Abbas ada 7 (tujuh) indikator kebahagiaan dunia, yaitu :


Pertama: Qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur.


Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya (qona’ah), sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada stress, inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur. Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT, sehingga apapun yang diberikan Allah ia malah terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan maka ia segera ingat sabda Rasulullah SAW yaitu :
“Kalau kita sedang sulit perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita”.
Bila sedang diberi kemudahan, ia bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, kemudian Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Bila ia tetap “bandel” dengan terus bersyukur maka Allah akan mengujinya lagi dengan kemudahan yang lebih besar lagi. Maka berbahagialah orang yang pandai bersyukur!
Kedua: Al azwaju shalihah, yaitu pasangan hidup yang sholeh.
Pasangan hidup yang sholeh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang sholeh pula. Di akhirat kelak seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesholehan. Berbahagialah menjadi seorang istri bila memiliki suami yang sholeh, yang pasti akan bekerja keras untuk mengajak istri dan anaknya menjadi muslim yang sholeh.
Demikian pula seorang istri yang sholeh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya, walau seberapa buruknya kelakuan suaminya. Maka berbahagialah menjadi seorang suami yang memiliki seorang istri yang sholeh.

Ketiga: al auladun abrar, yaitu anak yang soleh.
Saat Rasulullah SAW lagi thawaf. Rasulullah SAW bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai thawaf Rasulullah SAW bertanya kepada anak muda itu : “Kenapa pundakmu itu ?”
Jawab anak muda itu : “Ya Rasulullah, saya dari Yaman, saya mempunyai seorang ibu yang sudah udzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika sholat, atau ketika istirahat, selain itu sisanya saya selalu menggendongnya”.
Lalu anak muda itu bertanya: ” Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk kedalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?”
Nabi SAW sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan: “Sungguh Allah ridho kepadamu, kamu anak yang soleh, anak yang berbakti, tapi anakku ketahuilah, cinta orangtuamu tidak akan terbalaskan olehmu”.
Dari hadist tersebut kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita, namun minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang soleh, dimana doa anak yang sholeh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah.
Berbahagialah kita bila memiliki anak yang sholeh. Keempat, albiatu sholihah, yaitu lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif ialah, kita boleh mengenal siapapun tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita.

Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang yang sholeh. Orang-orang yang sholeh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah. Orang-orang sholeh adalah orang-orang yang bahagia karena nikmat iman dan nikmat Islam yang selalu terpancar pada cahaya wajahnya. Insya Allah cahaya tersebut akan ikut menyinari orang-orang yang ada disekitarnya. Berbahagialah orang-orang yang selalu dikelilingi oleh orang-orang yang sholeh.

Kelima: al malul halal, atau harta yang halal.
Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya.
Dalam riwayat Imam Muslim di dalam bab sadaqoh, Rasulullah SAW pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. “Kamu berdoa sudah bagus”, kata Nabi SAW, “Namun sayang makanan, minuman dan pakaian dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan”.



Keenam: Tafakuh fi dien, atau semangat untuk memahami agama.
Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, maka semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya. Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu, semakin ia belajar semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan meng “hidup” kan hatinya, hati yang “hidup” adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman. Maka berbahagialah orang yang penuh semangat memahami ilmu agama Islam.

Ketujuh: yaitu umur yang barokah. Umur yang barokah itu artinya umur yang semakin tua semakin sholeh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah.
Seseorang yang mengisi hidupnya untuk kebahagiaan dunia semata, maka hari tuanya akan diisi dengan banyak bernostalgia (berangan-angan) tentang masa mudanya, iapun cenderung kecewa dengan ketuaannya (post-power syndrome).
Disamping itu pikirannya terfokus pada bagaimana caranya menikmati sisa hidupnya, maka iapun sibuk berangan-angan terhadap kenikmatan dunia yang belum ia sempat rasakan, hatinya kecewa bila ia tidak mampu menikmati kenikmatan yang diangankannya.
Sedangkan orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah) maka semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Sang Penciptanya. Hari tuanya diisi dengan bermesraan dengan Sang Maha Pengasih. Tidak ada rasa takutnya untuk meninggalkan dunia ini, bahkan ia penuh harap untuk segera merasakan keindahan alam kehidupan berikutnya seperti yang dijanjikan Allah. Inilah semangat “hidup” orang-orang yang baroqah umurnya, maka berbahagialah orang-orang yang umurnya baroqah. Demikianlah pesan-pesan dari Ibnu Abbas ra. mengenai 7 indikator kebahagiaan dunia.
Bagaimana caranya agar kita dikaruniakan Allah ke tujuh buah indikator kebahagiaan dunia tersebut ? Selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, maka mohonlah kepada Allah SWT dengan sesering dan se-khusyu’ mungkin membaca doa `sapu jagat’ , yaitu doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Dimana baris pertama doa tersebut “Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanaw” (yang artinya “Ya Allah karuniakanlah aku kebahagiaan dunia “), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah ke tujuh indikator kebahagiaan dunia yang disebutkan Ibnu Abbas ra, yaitu hati yang selalu syukur, pasangan hidup yang soleh, anak yang soleh, teman-teman atau lingkungan yang soleh, harta yang halal, semangat untuk memahami ajaran agama, dan umur yang baroqah. Walaupun kita akui sulit mendapatkan ketujuh hal itu ada di dalam genggaman kita, setidak-tidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri. Sedangkan mengenai kelanjutan doa sapu jagat tersebut yaitu “wa fil aakhirati hasanaw” (yang artinya “dan juga kebahagiaan akhirat”), untuk memperolehnya hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga tetapi rahmat Allah, kasih sayang Allah. Surga itu hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah, kita masuk surga bukan karena amal soleh kita, tetapi karena rahmat Allah. Amal soleh yang kita lakukan sepanjang hidup kita (walau setiap hari puasa dan sholat malam) tidaklah cukup untuk mendapatkan tiket masuk surga. Amal soleh sesempurna apapun yang kita lakukan seumur hidup kita tidaklah sebanding dengan nikmat surga yang dijanjikan Allah. Kata Nabi SAW, “Amal soleh yang kalian lakukan tidak bisa memasukkan kalian ke surga”. Lalu para sahabat bertanya: “Bagaimana dengan Engkau ya Rasulullah ?”. Jawab Rasulullah SAW : “Amal soleh saya pun juga tidak cukup”. Lalu para sahabat kembali bertanya : “Kalau begitu dengan apa kita masuk surga?”. Nabi SAW kembali menjawab : “Kita dapat masuk surga hanya karena rahmat dan kebaikan Allah semata”. Jadi sholat kita, puasa kita, taqarub kita kepada Allah sebenarnya bukan untuk surga tetapi untuk mendapatkan rahmat Allah. Dengan rahmat Allah itulah kita mendapatkan surga Allah (Insya Allah, Amiin).